Selalu ada kesulitan dalam setiap kesempatan, dan selalu ada kesempatan dalam setiap kesulitan.
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Q.S. al-Insyirah : 6)

Monday, June 17, 2013

MANUSIA SECARA SEBAGAI OBJEK PENDIDIKAN


MANUSIA SECARA SEBAGAI OBJEK PENDIDIKAN

Manusia secara bahasa disebut juga insan yang dalam bahasa arabnya, yang berasal dari kata nasiya yang berarti lupa dan jika dilihat dari kata dasar al-uns yang berarti jinak. Kata insan dipakai untuk menyebut manusia, karena manusia memiliki sifat lupa dan jinak artinya manusia selalu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru di sekitarnya. Manusia cara keberadaannya yang sekaligus membedakannya secara nyata dengan makhluk yang lain. Seperti dalam kenyataan makhluk yang berjalan di atas dua kaki, kemampuan berpikir dan berpikir tersebut yang menentukan manusia hakikat manusia. Manusia juga memiliki karya yang dihasilkan sehingga berbeda dengan makhluk yang lain. Manusia dalam memiliki karya dapat dilihat dalam setting sejarah dan setting psikologis situasi emosional dan intelektual yang melatarbelakangi karyanya. Dari karya yang dibuat manusia tersebut menjadikan ia sebagai makhluk yang menciptakan sejarah. Manusia juga dapat dilihat dari sisi dalam pendekatan teologis, dalam pandangan ini melengkapi dari pandangan yang sesudahnya dengan melengkapi sisi transendensi dikarenakan pemahaman lebih bersifat fundamental. Pengetahuan pencipta tentang ciptaannya jauh lebih lengkap dari pada pengetahuan ciptaan tentang dirinya.

Berbicara tentang manusia maka yang tergambar dalam pikiran adalah berbagai macam perspektif, ada yang mengatakan manusia adalah hewan rasional (animal rasional) dan pendapat ini diyakini oleh para filosof. Sedangkan yang lain menilai manusia sebagai animal simbolik adalah pernyatakan tersebut dikarenakan manusia mengkomunikasikan bahasa melalui simbol-simbol dan manusia menafsirkan simbol-simbol tersebut. Ada yang lain menilai tentang manusia adalah sebagai homo faber di mana manusia adalah hewan yang melakukan pekerjaan dan dapat gila terhadap kerja. Manusia memang sebagai makhluk yang aneh dikarenakan di satu pihak ia merupakan “makhluk alami”, seperti binatang ia memerlukan alam untuk hidup. Di pihak lain ia berhadapan dengan alam sebagai sesuatu yang asing ia harus menyesuaikan alam sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya. Manusia dapat disebut sebagai homo sapiens, manusia arif memiliki akal budi dan mengungguli makhluk yang lain. Manusia juga dikatakan sebagai homo faber hal tersebut dikarenakan manusia tukang yang menggunakan alat-alat dan menciptakannya. Salah satu bagian yang lain manusia juga disebut sebagai homo ludens (mahluk yang senang bermain). Manusia dalam bermain memiliki ciri khasnya dalam suatu kebudayaan bersifat fun. Fun disini merupakan kombinasi lucu dan menyenangkan. Permainan dalam sejarahnya juga digunakan untuk memikat dewa dewa dan bahkan ada suatu kebudayaan yang menganggap permainan sebagai ritus suci.[1]

Terlepas dari berbagai pandangan di atas yang harus dipahami adalah bahwa manusia merupakan makhluk Allah yang progresif, dinamis, inovatif manusia membutuhkan sarana untuk mengembangkan potensi dirinya  secara dinamis dan berkelanjutan, karena sejak lahir manusia telah dibekali oleh Allah SWT dengan fitrah yang suci dan akal yang cerdas serta kebebasan untuk memilih tingkah laku yang baik dan tepat.  Tetapi bagaimanapun hebatnya manusia, pasti mempunyai keterbatasan diri, bahkan aliran yang paling rasional dalam Islam sendiri pun, sepeti mu’tazilah mengakui bahwa manusia mampu menjangkau dan memilih mana yang baik dan yang buruk, namun tidak mampu untuk mengetahui nilai baik dan buruk itu secara terinci. Akal hanya mampu menjangkau baik dan buruk tersebut secara garis besar.

Oleh karena itu, maka manusia memerlukan bantuan dan campur tangan pihak lain dalam rangka mengembangkan potensi yang telah dianugerahkan Allah SWT serta mempersiapkan diri dalam menghadapi tantangan hidup demi kelangsungan hidup serta dapat hidup dengan baik lebih. Dalam hal ini pendidikan merupakan bentuk campur tangan pihak lain yang mempunyai andil yang sangat besar dalam proses perkembangan manusia, karena pendidikan merupakan salah satu media yang paling tepat dan mungkin untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki oleh manusia.

Pendidikan merupakan wahana untuk internalisasi dan transformasi pengetahuan, budaya, keyakinan dan nilai dalam kehidupan manusia. Pendidikan dalam konteks ini bukan hanya proses belajar mengajar di bangku sekolah dan secara formal, melainkan melalui keseluruhan sistem yang holistik dalam relung kehidupan manusia. Sehingga pendidikan mampu mengubah setiap jengkal dimensi kehidupan seseorang.[2]

Pendidikan pada hakikatnya merupakan sebuah sistem yang di bangun oleh interaksi komponen-komponen yang esensial dalam upaya mencapai tujuan pendidikan itu sendiri, baik dalam pendidikan formal ataupun nonformal. Perpaduan antara keharmonisan dan keseimbangan serta interaksi unsur esensial pendidikan, pada tahap operasional sangat menentukan keberhasilan pendidikan. Masing-masing komponen mempunyai fungsi tertentu dan secara bersama-sama melaksanakan fungsi struktur, yaitu mencapai tujuan sistem.

Diantara komponen yang selalu terkait dan saling membutuhkan satu sama lain adalah pendidik yang fungsi utamanya sebagai subjek pendidikan dan peserta didik objeknya. Keduanya merupakan unsur paling vital di dalam proses pendidikan. Sebab seluruh proses, aktivitas orientasi serta relasi-relasi lain yang terjalin untuk menyelenggarakan pendidikan selalu melibatkan keberadaan pendidik dan peserta didik sebagai aktor pelaksana. Hal itu sudah menjadi syarat mutlak atas terselenggaranya suatu kegiatan pendidikan. Dengan mendasarkan pada pengertian bahwa pendidikan berarti usaha sadar dari pendidik yang bertujuan untuk mengembangkan kualitas peserta didik, terkandung suatu makna bahwa proses yang dinamakan pendidikan itu tidak akan pernah berlangsung apabila tidak hadir pendidik dan peserta didik dalam rangkaian kegiatan pendidikan. Sehingga bisa dikatakan bahwa pendidik dan peserta didik merupakan pilar utama terselenggaranya aktivitas pendidikan.

Pendidik dan peserta didik merupakan dua jenis posisi/status yang dimiliki oleh manusia-manusia yang memainkan peran fungsional dalam wilayah aktivitas yang terbingkai dalam dunia pendidikan. Masing-masing posisi yang melekat pada kedua pihak tersebut mewajibkan kepada mereka untuk memainkan seperangkat peran berbeda sesuai dengan konstruksi struktural lingkungan pendidikan atau pelatihan yang menjadi wadah kegiatan mereka

Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa hubungan pendidik dengan peserta didik tidak hanya dikemas dalam bahasa profesional tetapi juga dalam konteks kultural. Dengan demikian dapat dipahami bahwa interaksi edukatif adalah hubungan dua arah antara pendidik dan Peserta didik dengan sejumlah norma nilai sosio cultural sebagai mediumnya untuk mencapai tujuan pendidikan

Dalam Al-quran banyak ayat ayat yang menjelaskan bagaimana kedudukan manusia sebagi subjek ataupun objek pendidikan. Namun akan di bahas dalam makalah ini adalah kedudukan manusia sebagai objek pendidikan.
Objek pendidikan dalam Al-Qur’an setidak-tidaknya dapat dilihat dalam beberapa ayat sebagai berikut: Surat An-Nisa’: 170, surat At-Tahrim: 6, surat Asy-Syu’ara’: 214-216 dan surat Nuh: 1-4.


[1] Dr. Syahrial Syarbaini, Filsafat Manusia (Pusat Pengembangan bahan uar UMB) hal.2
[2] Andrias Harefa. Sekolah Saja Tidak Pernah Cukup.( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2002). Hal.62

No comments: