TERSENYUMLAH!
Tertawa yang wajar itu laksana 'balsem' bagi kegalauan dan 'salep'
bagi kesedihan. Pengaruhnya sangat kuat sekali untuk membuat jiwa bergembira
dan hati berbahagia. Bahkan, karena itu Abu Darda' sempat berkata,
"Sesungguhnya aku akan tertawa untuk membahagiakan hatiku. Dan Rasulullah
s.a.w. sendiri sesekali tertawa hingga tampak gerahamnya. Begitulah tertawanya
orang-orang yang berakal dan mengerti tentang penyakit jiwa serta
pengobatannya."
Tertawa merupakan puncak kegembiraan, titik tertinggi keceriaan,
dan ujung rasa suka cita. Namun, yang demikian itu adalah tertawa yang tidak
berlebihan sebagaimana dikatakan dalam pepatah, "Janganlah engkau banyak
tertawa, sebab banyak tertawa itu mematikan hati." Yakni, tertawalah
sewajarnya saja sebagaimana dikatakan juga dalam pepatah yang berbunyi,
"Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah." Bahkan, tertawalah
sebagaimana Nabi Sulaiman ketika,
{... ia tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu.} (QS. An-Naml: 19),
Janganlah tertawa sinis dan sombong sebagaimana dilakukan orang-orang
kafir,
{... tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa
mukjizat-mukjizat Kami dengan serta merta mereka menertawakannya.} (QS. Az-Zukhruf: 47)
Abu Tamam mengatakan :
"Demi jiwaku yang bapakku menebusnya untukku, ia laksana pagi
yang diharapkan dan bintang yang dinantikan. Canda kadang menjadi serius, namun
hidup tanpa canda jadi kering kerontang"
Ahmad Amin menjelaskan :
"Orang yang murah tersenyum dalam menjalani hidup ini bukan
saja orang yang paling mampu membahagiakan diri sendiri, tetapi juga orang yang
paling mampu berbuat, orang yang paling sanggup memikul tanggung jawab, orang
yang paling tangguh menghadapi kesulitan dan memecahkan persoalan, serta orang
yang paling dapat menciptakan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan
orang lain."
Hidup ini adalah seni bagaimana membuat sesuatu. Dan seni harus
dipelajari serta ditekuni. Maka sangatlah baik bila manusia berusaha keras dan
penuh kesungguhan mau belajar tentang bagaimana menghasilkan bunga-bunga,
semerbak harum wewangian, dan kecintaan di dalam hidupnya. Itu lebih baik
daripada ia terus menguras tenaga dan waktunya hanya untuk menimbun harta di
saku atau gudangnya. Apalah arti hidup ini, bila hanya habis untuk mengumpulkan
harta benda dan tak dimanfaatkan sedikitpun untuk meningkatkan kualitas kasih
sayang, cinta, keindahan dalam hidup ini?
Jika Anda meyakini diri Anda diciptakan hanya untuk meraih hal-hal
yang kecil, maka Anda pun hanya akan mendapatkan yang kecil-kecil saja dalam
hidup ini. Tapi sebaliknya, bila Anda yakin bahwa diri Anda diciptakan untuk
menggapai hal-hal yang besar, niscaya Anda akan memiliki semangat dan tekad
yang besar yang akan mampu menghancurkan semua aral dan hambatan. Dengan
semangat itu pula Anda akan dapat menembus setiap tembok penghalang dan
memasuki lapangan kehidupan yang sangat luas untuk suatu tujuan yang mulia. Ini
dapat kita saksikan dalam banyak kenyataan hidup.
Barang siapa ikut lomba lari seratus meter misalnya, ia akan merasa
capek tatkala telah menyelesaikannya. Lain halnya dengan seorang peserta lomba
lari empat ratus meter, ia belum merasa capek tatkala sudah menempuh jarak
seratus atau dua ratus meter. Begitulah adanya, jiwa hanya akan memberikan
kadar semangat sesuai dengan kadar atau tingkatan sesuatu yang akan dicapai
seseorang. Maka, pikirkan setiap tujuan Anda. Dan jangan lupa, hendaklah tujuan
Anda itu selalu yang tinggi dan sulit dicapai. Jangan pernah putus asa selama
masih dapat mengayunkan kaki untuk menempuh langkah baru setiap harinya. Sebab,
rasa putus asa, patah semangat, selalu berpandangan negatif terhadap segala
sesuatu, suka mencari-cari aib dan kesalahan orang lain, dan besar mulut hanya
akan menghambat langkah, menciptakan kemuraman; dan menempatkan jiwa di dalam
sebuah penjara yang pengap.
Setiap kali melihat kesulitan, jiwa seseorang yang murah senyum
justru akan menikmati kesulitan itu dengan memacu diri untuk mengalahkannya.
Begitu ia memperlakukan suatu kesulitan; melihatnya lalu tersenyum, menyiasatinya
lalu tersenyum, dan berusaha mengalahkannya lalu tersenyum.
"Tersenyumlah,
selama antara kau dan kematian ada jarak sejengkal, setelah itu engkau tidak
akan pernah tersenyum."
Sumber : La Tahzan Penulis: DR. 'Aidh
al-Qarni