Hakikat Pendidik dan Peserta didik
A.
Pengertian Pendidik dan Syarat-Syarat Pendidik
1.
Pengertian
Pendidik
Guru
merupakan salah satu komponen dalam proses belajar mengajar yang ikut berperan
dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial dalam bidang
pembangunan. oleh karena itu guru harus berperan aktif dalam menempatkan
kedudukannya sebagai tenaga profesional sesuai dengan tuntunan masyarakat. Guru
termasuk pekerjaan professional, karena tidak semua orang mampu untuk menjadi
guru. guru bukanlah pekerjaan yang terbentuk secara alami saja, tetapi ini
dipersiapkan melalui proses, yaitu proses pendidikan.
Untuk mengetahui
siapa guru itu sebenarnya, terlebih dahulu penulis akan mengemukakan pengertian
guru secara umum, yaitu: orang yang pekerjaannya mengajar.[1]
Guru adalah seorang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan ilmu
pengetahuan.[2] Sementara Syaiful Bahri Djamarah mengemukakan
bahwa guru adalah seorang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing
dan membina anak didik, baik secara individual maupun secara klasikal di
sekolah maupun di luar sekolah.[3]
Guru merupakan jabatan profesi yang memerlukan
keahlian khusus sebagai guru. Dalam undang-undang RI No 20 tahun 2003 tentang
sistem pendidikan BAB XI pasal 39 ayat 2 disebutkan bahwa pendidik merupakan
tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan,
serta melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat, terutama bagi pendidik
perguruan tinggi.[4]
Ahmad
Tafsir mengemukakan, guru adalah orang yang bertanggung jawab terhadap
kepentingan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi
peserta didik, baik potensi kognitif, afektif maupun psikomotor dengan
nilai-nilai ajaran Islam.[5]
Menurut Hadari Nawawi seperti yang dikutip oleh
Ramayulis “guru adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran
di sekolah atau di kelas. Lebih khususnya diartikan orang yang bekerja dalam
bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membentuk
anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing.[6]
Dalam
konteks pendidikan Islam pendidik disebut dengan Murabbi, mu’allim dan
muaddib, baik yang bersifat jasmani maupun rohani, sedangkan kata mu’allim
pada umumnya dipakai dalam membicarakan aktivitas yang lebih terfokus pada
pemberian ilmu dari seseorang yang tahu kepada seorang yang tidak tahu. istilah
Muaddib lebih luas dari Muallim dan lebih releven dengan konsep
pendidikan Islam.[7]
Hakekat
pendidik menurut para pakar pendidikan Islam, seperti yang dikutip oleh
Ramayulis sebagai berikut:
a.
Moh Fadhil al-Djamil menyebutkan, bahwa pendidik
adalah orang yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik sehingga
terangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar yang dimiliki
oleh manusia.
b.
Marimba mengartikan pendidik sebagai orang yang
memikul pertanggung jawaban sebagai pendidik, yaitu manusia dewasa yang karena
hak dan kewajiban bertanggung jawab tentang pendidikan peserta didik.
c.
Sutari Imam Barnadib mengemukakan, bahwa pendidik
adalah setiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk pencapai
kedewasaan peserta didik.
d.
Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa pendidik dalam
Islam adalah individu yang akan memenuhi pengetahuan, sikap dan tingkah laku
peserta didik.[8]
Berdasarkan
pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa guru atau pendidik adalah orang
yang bertanggung jawab untuk pembimbing, membina dan mengembangkan seluruh
potensi yang dimiliki peserta didik baik di sekolah maupun di luar sekolah.
2.
Syarat-Syarat
Pendidik
Syarat adalah suatu yang harus
dipahami dengan sempurna sebelum mengerjakan suatu pekerjaan, kalau syarat itu
tidak terpenuhi sesuai dengan tuntunan, maka hasilnya tidak sesuai pula dengan
yang diharapkan termasuk pekerjaan guru. Untuk melaksanakan tugas seorang pendidik atau guru harus memenuhi syarat
sebagaimana mesti seorang guru yang professional dan berkualitas. Syarat inilah
yang membedakan antara seorang guru dengan profesi lainnya, adapun Syarat yang
harus dipenuhi seorang guru adalah sebagaimana yang dikemukakan beberapa ahli
berikut ini:
Zakiah
Daradjat mengemukakan syarat-syarat seorang guru adalah:
a.
Takwa
kepada Allah SWT
b.
Berilmu
c.
Sehat
jasmani
d.
Berkelakuan
yang baik.[9]
Ngalim
Purwanto juga mengemukakan syarat-syarat untuk menjadi seorang guru adalah:
a.
Berijazah
b.
Sehat
jasmani dan rohani
c.
Takwa kepada Tuhan yang maha Esa
d.
Bertanggung
jawab
e.
Berjiwa
nasional
f.
Berkelakuan
baik.[10]
a.
Tentang
umur, harus sudah dewasa
b.
Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani
c.
Tentang
kemampuan, harus ahli
d.
Berkesusilaan
dan berdedikasi tinggi.[11]
Sementara
pendapat lain seperti Soemantri mengemukakan syarat yang harus dimiliki seorang
guru dalam rangka melaksanakan pendidikan dan pengajaran sebagai tugas
pokoknya, yaitu: syarat formal, syarat professional dan syarat non formal.
1.
Syarat-syarat
formal, yaitu:
- Memiliki ijazah guru.
b.
Guru harus sehat jasmani dan rohani.
c.
Tidak cacat jasmani secara mencolok yang akan
mengganggu jalannya tugas sehari-hari.
2.
Syarat-syarat profesional, yaitu:
a.
Menguasai
ilmu yang akan diajarkan
b.
Mengerti
ilmu didaktik dan metodik
c.
Mengerti
ilmu jiwa
3.
Syarat-syarat
non formal yaitu:
a.
Memiliki
loyalitas terhadap pemerintah yaitu kepribadian Indonesia yang berdasarkan Pancasila
dan undang-undang 1945
b.
Berakhlak mulia serta menjalankan ajaran agama
c.
Memiliki
dedikasi terhadap tugasnya
d.
Memilki sifat pemaaf, memahami dirinya, sanggup
menahan kemarahan dan sabar serta tidak pendendam
e.
Paham
terhadap tabi’at murid
f.
Mempunyai
sifat terbuka
Dari
syarat-syarat yang dikemukakan di atas,
ada persamaan dan ada perbedaan sesuai dengan pandangan dan batasan pengetahuan
yng dimiliki, dengan menggabungkan syarat yang telah dikemukakan oleh para ahli
tersebut dapat digambarkan bahwa untuk menjadi guru pada umumnya harus memiliki
persyaratan baik yang menyangkut persaratan kepribadian maupun persyarata
akademis.
B.
Tugas
dan Tanggung Jawab Guru
Berbicara
mengenai tugas dan tanggung jawab guru, guru mempunyai tugas dan tanggung jawab
yang sangat berat. Artinya, di samping guru sebagai pengemban amanah yang telah
dipikul orang tua siswa kepada dirinya, guru juga mengemban amanah, sebagai
pemimpin peserta didiknya, guru adalah orang tua kedua bagi siswa.
Peters
mengemukakan sebagaimana yang dikutip oleh Nana Sudjana ada tiga tugas dan
tanggung jawab guru, yaitu
a.
Guru sebagai pengajar, tugas dan tanggung jawab
ini lebih menekankan kepada merencanakan dan melaksanakan pengajaran. Dalam hal
ini guru dituntut memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan teknik
mengajar, disamping mengusai ilmu atau bahan yang akan diajarkan.
b.
Guru sebagai pembimbing, yaitu memberi tekanan
pada tugas memberikan bantuan kepada siswa dalam pemecahan masalah yang
dihadapinya. Tugas ini merupakan aspek mendidik, sebab tidak halnya berkenaan
dengan menyampaikan ilmu pengetahuan tetapi juga menyangkut pengembangan
kepribadian dan pembentukan nilai-nilai para siswa.
c.
Guru sebagai administrator kelas, tugas ini pada
hakekatnya merupakan jalinan antara ketatalaksanaan bidang pengajaran dan
ketatalaksanaan pada umumnya.[13]
Sejalan
dengan Peters, M Amstrong membagi tugas dan tanggung jawab guru menjadi lima
kategori, yaitu:
1.
Tanggung
jawab dalam pengajaran
2.
Tanggung
jawab dalam memberikan bimbingan
3.
Tanggung jawab
dalam memberikan kurikulum
4.
Tanggung
jawab dalam mengembangkan profesi
Berdasarkan
pendapat yang dikemukakan di atas bahwa
guru bidang studi umum memiliki tanggung jawab terhadap anak didiknya, baik
bertanggung jawab dalam pengajaran, memberikan bimbingan untuk membawa anak
didik kearah kedewasaan, sebab guru tidak hannya menyampaikan ilmu pengetahuan
tetapi juga menyangkut pengembangan kepribadian dan pembentukan nilai-nilai
keagamaan pada anak didik.
Menurut
Roestiah bahwa guru dalam mendidik bertugas untuk:
1.
Mengarahkan kebudayaan kepada anak didik berupa
kepandaian, kecakapan dan pengalaman.
2.
Membentuk kepribadian anak yang harmonis, sesuai
dengan cita-cita dan dasar-dasar negara pancasila.
3.
Menyiapkan anak didik menjadi warga negara yang
baik sesuai undang-undang pendidikan.
4.
Sebagai perantara dalam belajar.
5.
Guru adalah sebagai pembimbng, untuk membawa anak
didik kearah kedewasaan.
6.
Guru sebagai penghubung antara sekolah dan
masyarakat.
7.
Guru sebagai penegak disiplin.
8.
Guru sebagi administrator dan menejer.
9.
Guru sebagai pemimpin.
10.
Guru mempunyai kesempatan dan tanggung jawab dalam
banyak situasi untuk membimbing anak kearah pemecahan soal, membentuk kepuusan
dan menghadapakan anak pada problem.
11.
Guru sebagai sponsor dalam kegiatan anak.
guru harus turut aktif dalam segala
aktifitas anak, misalnya dalam kegiatan ekstrakurikuler membentuk kelompok
belajar dan sebagainya.[15]
Menurut
Abdul Rahman An-Nahlawi seperti yang dikutip oleh Ramayulis menyebutkan tugas
pendidik adalah: pertama, fungsi penyucian yakni sebagai pembersih, pemelihara
dan pengembang fitrah manusia. Kedua, fungsi pengajaran yakni
menginternalisasikan dan mentransformasikan pengetahuan dan nilai-nilai agama
kepada manusia.[16]
Al-Ghazali
mengemukakan sehubungan dengan tugas dan tanggung jawab guru sebagai berikut:
1.
Guru
adalah orang tua kedua didepan murid
2.
Guru
sebagai pewaris ilmu Nabi
3.
Guru sebagai petunjuk jalan dan bimbingan
keagamaan murid
4.
Guru
sebagai sentral figure bagi murid
5.
Guru
sebagai motivator bagi murid
6.
Guru sebagi seorang yang memahami tingkat
intelektual murid
Sementara
Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa tugas guru pendidik agama Islam adalah
mendidik anak agar taat, berbudi pekerti, menanamkan Keimanan dalam jiwa anak, mendidik anak
agar tunduk dan patuh menjalankan perintah agama.[18]
Menurut Mukhtar
mengatakan bahwa tugas dan tanggung guru yaitu:
a.
Sebagai
pembimbing
Tugas dan tanggung jawab disini sangat erat kaitannya dengan
praktik keseharian, seorang pendidik harus mampu memperlakukan peserta didik
dengan menyayangi dan mencintai, dan tidak boleh seorang pendidik meremehkan,
memperlakukan secara tidak adil dan membenci sebagian anak didik.
b.
Sebagai
model ( uswah )
Tugas dan
tanggung jawab sebagi model ( uswah ) adalah seorang pendidik dalam hal
bertutur kata, bersikap, berpakaian, penampilan gerak gerik dan semua prilaku
akan diperhatikan oleh peserta didik. Oleh karena itu pendidik sebagai model
sangat penting artinya dalam rangka membentuk Akhlak bagi siswa yang dihadapinya.
c.
Sebagai
penasehat
Pendidik bukan hanya sekedar
menyampaikan pelajaran di kelas, tetapi lebih jauh dari itu ia juga harus mampu
memberi nasehat bagi anak didiknya agar senantiasa berprilaku dan berakhlak
mulia, baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat.[19]
Menurut Wens Tanlain dan kawan-kawan
mengatakan bahwa guru yang bertugas dan tanggung jawab memiliki beberapa sifat
yaitu:
1.
Menerima dan mematuhi norma, nilai-nilai
kemanusiaan.
2.
Memikul tugas dan mendidik dengan bebas, berani
gembira (tugas bukan menjadi beban baginya.)
3.
Sadar akan nilai-nilai yang berkaitan dengan
perbuatannya serta akibat-Akibat yang timbul.
4.
Menghargai orang lain termasuk anak didik.
5.
Bijaksana dan hati-hati.
6.
Taqwa terhadap tuhan yang maha esa.[20]
Jadi guru
harus bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku, dan perbuatannya dalam
rangka membina jiwa dan watak anak didik. Dengan demikian tanggung jawab guru
adalah membentuk anak didik agar menjadi orang bersusila yang cakap, berguna
bagi agama, nusa bangsa dimasa yang akan datang.
C.
Hakekat Peserta Didik dan Kebutuhan Peserta Didik
1. Pengertian Peserta Didik
Peserta
didik merupakan komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya
diolah dalam proses pendidikan sehingga mampu menciptakan manusia yang
berkualitas yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Peserta didik dapat ditinjau
dari berbagai pendekatan yaitu:
1. Pendekatan
sosial
Peserta didik adalah anggota
masyarakat yang sedang dipersiapkan untuk menjadi anggota masyarakat yang lebih
baik
2. Pendekatan
psikologi
Peserta didik adalah suatu
organisme yang sedang tumbuh dan berkembang
3. Pendekatan
edukatif
Pendekatan ini menjadikan peserta didik sebagai
unsur penting, dan peserta didik memiliki hak-hak sebagai berikut yaitu
mendapat perlakuan sesuai dengan bakat
minat dan kemampuannya, mengikuti program pendidikan, mendapat bantuan fasilitas
belajar, pindah kesuatu pendidikan yang sejajar dianggap lebih tinggi,
memperoleh hasil pendidikan, menyelesaikan program lebih cepat, mendapatkan
pelayanan yang khusus terutama bagi yang cacat.[21]
Peserta didik merupakan “ Raw Material” (Bahan
Mentah) dalam proses transformasi dan internalisasi, menepati posisi yang
sangat penting untuk melihat signifikasinya dalam menemukan keberhasilan sebuah
proses. Peserta didik adalah makhluk individu yang mempunyai kepribadian dengan
ciri-ciri yang khas yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya.
Pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dipengaruhi oleh lingkungan dimana
ia berada.[22]
Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang
dan jenis pendidikan tertentu. Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik
merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi ( kemampuan)
dasar yang masih perlu dikembangkan.[23]
Jadi dapat disimpulkan bahwa peserta didik adalah
individu yang memiliki potensi untuk berkembang, dan mereka berusaha
mengembangkan potensinya itu melalui proses pendidikan pada jalur dan jenis
pendidikan tertentu.
2. Kebutuhan Peserta Didik
Peserta didik memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan peserta
didik tumbuh dan berkembang mencapai kematangan pisik dan psikis. Kebutuhan
yang harus dipenuhi oleh pendidik diantaranya:
a.
Kebutuhan
jasmani
Hal ini menyangkut dengan tuntunan
siswa yang bersifat jasmaniah, maupun yang menyangkut kesehatan jasmani yang
dalam hal ini olah raga menjadi materi utama, disamping itu kebutuhan-kebutuhan
lain seperti: makan, minum, tidur, pakaian dan sebagainya, perlu mendapat
perhatian.
b.
Kebutuhan
sosial
Pemenuh keinginan untuk saling
bergaul sesama siswa dan guru serta orang lain, merupakan salah satu upaya
untuk memenuhi kebutuhan sosial anak didik. Dalam hal ini sekolah harus dipandang sebagai
lembaga tempat para siswa belajar, bergaul dan beradaptasi dengan lingkungan
seperti bergaul sesama teman yang berbeda jenis kelamin, suku, bangsa, agama,
status sosial dan kecakapan. Guru dalam hal ini harus dapat menciptakan suasana
kerja sama antar siswa dengan suatu harapan dapat melahirkan suatu pengalaman
belajar yang lebih baik.
c.
Kebutuhan
intelektual
Semua siswa
tidak sama dalam hal minat untuk mempelajari suatu ilmu pengetahuan, mungkin
ada yang lebih berminat belajar ekonomi, sejarah, biologi atau yang lain-lain.
Minat semacam ini tidak dapat dipaksakan kalau ingin mencapai hasil belajar
yang optimal. Oleh karena itu yang penting, bagaimana guru dapat menciptakan
program yang dapat menyalurkan minat masing-masing.[24]
Menurut
Al-Qussy yang dikutip dalam buku Ramayulis bahwasanya kebutuhan peserta
didik dapat dibagi menjadi dua kebutuhan
pokok yaitu:
a.
Kebutuhan Primer yaitu: kebutuhan jasmani seperti:
makan, minum dan sebagainya
b.
Kebutuhan Sekunder yaitu kebutuhan rohani ada enam
macam yaitu:
1.
Kebutuhan
kasih sayang
2.
Kebutuhan
rasa aman
3.
Kebutuhan
rasa harga diri
4.
Kebutuhan
akan rasa bebas
5.
Kebutuhan
akan rasa sukses
6.
Kebutuhan akan suatu kekuatan pembimbing atau
mengendalikan diri manusia seperti pengetahuan pengetahuan lain yang ada pada
setiap manusia yang berakal.[25]
Selanjutnya Law Head membagi
kebutuhan manusia sebagai berikut:
1.
Kebutuhan jasmani, seperti makan, minum, bernafas,
perlindungan seksual, kesehatan dan lain-lain
2.
Kebutuhan rohani, seperti kasih sayang, rasa aman,
penghargaan, belajar menghubungkan diri dengan dunia luas, mengaktualisasikan
dirinya sendiri dan lain-lain
3.
Kebutuhan yang menyangkut jasmani rohani, seperti
istirahat, rekreasi, butuh
supaya setiap potensi-potensi fisik dapat dikembangkan semaksimal mungkin,
butuh agar setiap usaha atau pekerjaan sukses.
4.
Kebutuhan sosial, seperti supaya dapat diterima
oleh teman-temannya secara wajar, supaya dapat diterima oleh orang lebih tinggi
dari dia seperti orang tuanya, guru-gurunya dan pemimpin pemimpinnya seperti
kebutuhan untuk memperoleh prestasi dan posisi
5.
Kebutuhaan yang lebih tinggi sifatnya (biasanya
dirasakan lebih akhir) merupakan tuntunan rohani yang mendalam, yaitu kebutuhan
untuk meningkatkan diri yaitu kebutuhan terhadap agama[26]
D.
Dimensi
Peserta Didik
Berdasarkan
penciptaan, manusia merupakan rangkaian utuh antara komponen materi dan
immateri, komponen materi berasal dari tanah, seperti yang diungkapkan dalam
Al-Qur’an surat As-Sajadah ayat 7
Artinya: Yang membuat segala sesuatu yang dia ciptakan
sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah.[27]
Dan
komponen immateri yaitu ditiupkan roh oleh Allah. Sebagaimana yang dinyatakan
Allah dalam al-qur’an surat al-hijr ayat 29
Artinya: Maka
apabila Aku Telah menyempurnakan kejadiannya, dan Telah meniup kan kedalamnya
ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.[28]
Dari
komponen asal penciptaan manusia tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia akan
menjadi peserta didik merupakan terdiri dari unsur jasmani dan rohani (fisik
dan psikis.) sebagai peserta didik kedua unsur tersebut harus dikembangkan
melalui pendidikan. Adapun dimensi peserta didik yang mesti dikembangkan
adalah:
1.
Dimensi
fisik
Fisik
atau jasmani merupakan aspek penting bagi manusia yang perlu dikembangkan dalam
pendidikan, agar tumbuh dengan baik, maka dalam proses pembelajaran fisik juga
perlu diperhatikan, mungkin inilah agaknya yang mendorong adanya pelajaran olah
raga di sekolah.
2.
Dimensi
akal
Akal
merupakan anugerah terindah yang termahal yang perlu diberikan oleh Allah SWT,
akallah yang membedakan antara manusia dan hewan, dengan ada akal ini manusia
bisa berbudaya dan berperadaban tinggi.
3.
Dimensi
keberagamaan
Hidup
manusia tidak akan mendapatkan ketentraman sejati tanpa adanya agama yang
menuntun hidupnya kearah yang lebih baik, oleh karena itu pengembangan naluri
beragama pada manusia harus dikembangkan dan difasilitasi untuk
pengembangannya.
4.
Dimensi
akhlak
Dimensi akhlak juga sangat perlu dikebangkan agar manusia
mempunyai hubungan yang harmonis dengan
sesama manusia, dengan alam sekitar dan
dengan Allah SWT, di sekolah harus ada kegiatan yang mengarah kepada perbaikan
akhlak.
5.
Dimensi
kejiwaan
Dimensi kejiwaan merupakan suatu dimensi yang sangat
penting, dan memiliki pengaruh dalam mengendalikan keadaan manusia agar dapat
hidup sehat, tentram, dan bahagia. Oleh karena itu maka dalam rangka terlaksana
usaha untuk mewujudkan kebahagiaan tersebut adalah dengan pendidikan agama.
Yang dimaksud dengan pendidikan agama bukan hannya upaya
membekali anak didik dengan pengetahuan agama, tapi sekaligus upaya untuk
menanamkan nilai keagamaan dan membentuk sikap keagamaan sehingga menjadi
bagian dari kepribadian mereka.
6. Dimensi seni
Seni adalah eksresi roh dan daya manusia yang mengandung
dan mengungkapkan keindahan, seni bagian dari hidup manusia. Allah SWT telah
menganugerahkan kepada manusia berbagai potensi rohani maupun indrawi. Oleh
karena itu perlu adanya kegiatan sekolah yang mengarah kepada perkembangan
seni.
7. Dimensi sosial
Seorang manusia adalah mahluk individual dan secara
bersamaan adalah makhluk sosial. Keserasian antara individu dan masyarakat
tidak punya kontradiksi antara tujuan social dan tujuan individual. Olek karena
itu bimbingan terhadap tingkah laku sosial sangat diperlukan.[29]
Ketujuh dimensi ini harus terwadahi untuk dikembangkan,
dilengkapi sarana dan prasarana yang
akan menunjang pengembangannya, agar proses pembelajaran lebih berhasil potensi
yang dimiliki oleh siswa.
Disamping itu pendidikan juga harus berupaya mengembangkan
berbagai aspek yang dikemukakan Benjamin S. bloom yang dikutip oleh Anas
Sudijono dalam bukunya evaluasi pendidikan.[30] Yaitu:
a. Aspek kognitif
Ranah Kognitif adalah ranah yang
mencakup kegiatan mental (otak) menurut Bloom segala upaya menyangkut aktivitas
otak. Aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif, yang dibaginya
kedalam enam jenjang yaitu:
1. Pengetahuan,
hafalan, ingatan
2. Pemahaman
3. Penerapan
4. Analisis
5. Sintesis
6. Penilaian.[31]
Kutipan di
atas telah mengambarkan kognitif lebih didominasi oleh alur-alur teoritis dan
abstrak. Seperti halnya defenisi yang digambarkan di atas. Sisi pengetahuan
akan menjadi standar umum untuk melihat kemampuan kognitif seseorang dalam
proses pembelajaran.
b.
Ranah Afektif
Ranah Afektif
adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif ini oleh
Krathwohl merinci kedalam lima jenjang yaitu:
1. Receiving
( menerima dan memperhatikan )
2. Responding
( menanggapi)
3. Valuing
( menghargai)
4. Organizing
( mengorganisasikan)
5. karakterasasi
dengan suatu nilai.[32]
Ranah afektif di atas lebih jelas
dapat dipahami tema efektif dalam dimensi struktur pengetahuan manusia adalah
hasil dari pich back adanya respon pada obyek artinya juga bahwa
berlangsungnya efektif adalah akibat perjalanan koknitif
Semua sikap
bersumber pada organisasi kognitif pada informasi dan pengetahuan yang dimiliki.
Sikap selalu diarahkan kepada obyek, kelompok atau orang hubungan kita dengan
mereka pasti didasarkan atas informasi yang kita peroleh tentang sikap-sikap
mereka.
c. Ranah Psikomotor
Ranah
Psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan atau kemampuan
bertindak setelah seseorangn menerima pengalaman belajar tertentu. Jadi semua
aspek diatas harus dikembangkan dalam proses pembelajaran sehingga hasil belajar
itu betul-betul mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki peserta didik.
[1] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka, 2001 ), h. 377
[2] Syafruddin Nurdin Dan Basyiruddin Usman,
guru profesional dan implementasi kurikulum, ( Jakarta: Ciputat Pers, 2002
), h. 7
[3] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak
Didik Dalam Interaksi Edukatif, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2000 ), h. 32
[5] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam
Perspektif Islam, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992 ), h. 74
[10] Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan
Teoritis dan Praktis, ( Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2003 ), h. 80
[11]Ahmad Tafsir, op.cit., h. 80
[12] Soemantri, Pedoman Pelaksanaan
Pendidikan Agama Pada Sekolah Dasar, ( Jakarta: CV Muti Yasa, 1986 ), h. 47
[13] Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses
Belajar Mengajar, ( Bandung: Sinar Baru Al-Gensindo Offset, 2002 ), h. 15
[17] Al-Ghazali, Pemikiran Al-gazali
tentang Pendidikan, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1998 ), h. 67
[24] Sudirman, Interaksi Dan Motivasi
Belajar Mengajar, ( Jakarta: PT. Raja grafindo
Persada, 1996 ), h.111
[25] Ramayulis, op,cit., h. 104-105
[26] Ramayulis, Op.Cit., h.104
[27] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung:
Diponegoro, 2005), h. 415
[28] Departemen Agama RI, op,cit., h. 226
[29] Ramayulis, Ibid., h.107-122
[32]
Ibid, h. 202
No comments:
Post a Comment