Selalu ada kesulitan dalam setiap kesempatan, dan selalu ada kesempatan dalam setiap kesulitan.
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Q.S. al-Insyirah : 6)

Thursday, April 4, 2013

TERSENYUMLAH!


TERSENYUMLAH!

Tertawa yang wajar itu laksana 'balsem' bagi kegalauan dan 'salep' bagi kesedihan. Pengaruhnya sangat kuat sekali untuk membuat jiwa bergembira dan hati berbahagia. Bahkan, karena itu Abu Darda' sempat berkata, "Sesungguhnya aku akan tertawa untuk membahagiakan hatiku. Dan Rasulullah s.a.w. sendiri sesekali tertawa hingga tampak gerahamnya. Begitulah tertawanya orang-orang yang berakal dan mengerti tentang penyakit jiwa serta pengobatannya."

Tertawa merupakan puncak kegembiraan, titik tertinggi keceriaan, dan ujung rasa suka cita. Namun, yang demikian itu adalah tertawa yang tidak berlebihan sebagaimana dikatakan dalam pepatah, "Janganlah engkau banyak tertawa, sebab banyak tertawa itu mematikan hati." Yakni, tertawalah sewajarnya saja sebagaimana dikatakan juga dalam pepatah yang berbunyi, "Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah." Bahkan, tertawalah sebagaimana Nabi Sulaiman ketika,

{... ia tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu.} (QS. An-Naml: 19),

Janganlah tertawa sinis dan sombong sebagaimana dilakukan orang-orang kafir,

{... tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa mukjizat-mukjizat Kami dengan serta merta mereka menertawakannya.} (QS. Az-Zukhruf: 47)

Abu Tamam mengatakan :

"Demi jiwaku yang bapakku menebusnya untukku, ia laksana pagi yang diharapkan dan bintang yang dinantikan. Canda kadang menjadi serius, namun hidup tanpa canda jadi kering kerontang"
Ahmad Amin menjelaskan :
"Orang yang murah tersenyum dalam menjalani hidup ini bukan saja orang yang paling mampu membahagiakan diri sendiri, tetapi juga orang yang paling mampu berbuat, orang yang paling sanggup memikul tanggung jawab, orang yang paling tangguh menghadapi kesulitan dan memecahkan persoalan, serta orang yang paling dapat menciptakan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain."

Hidup ini adalah seni bagaimana membuat sesuatu. Dan seni harus dipelajari serta ditekuni. Maka sangatlah baik bila manusia berusaha keras dan penuh kesungguhan mau belajar tentang bagaimana menghasilkan bunga-bunga, semerbak harum wewangian, dan kecintaan di dalam hidupnya. Itu lebih baik daripada ia terus menguras tenaga dan waktunya hanya untuk menimbun harta di saku atau gudangnya. Apalah arti hidup ini, bila hanya habis untuk mengumpulkan harta benda dan tak dimanfaatkan sedikitpun untuk meningkatkan kualitas kasih sayang, cinta, keindahan dalam hidup ini?
Jika Anda meyakini diri Anda diciptakan hanya untuk meraih hal-hal yang kecil, maka Anda pun hanya akan mendapatkan yang kecil-kecil saja dalam hidup ini. Tapi sebaliknya, bila Anda yakin bahwa diri Anda diciptakan untuk menggapai hal-hal yang besar, niscaya Anda akan memiliki semangat dan tekad yang besar yang akan mampu menghancurkan semua aral dan hambatan. Dengan semangat itu pula Anda akan dapat menembus setiap tembok penghalang dan memasuki lapangan kehidupan yang sangat luas untuk suatu tujuan yang mulia. Ini dapat kita saksikan dalam banyak kenyataan hidup.

Barang siapa ikut lomba lari seratus meter misalnya, ia akan merasa capek tatkala telah menyelesaikannya. Lain halnya dengan seorang peserta lomba lari empat ratus meter, ia belum merasa capek tatkala sudah menempuh jarak seratus atau dua ratus meter. Begitulah adanya, jiwa hanya akan memberikan kadar semangat sesuai dengan kadar atau tingkatan sesuatu yang akan dicapai seseorang. Maka, pikirkan setiap tujuan Anda. Dan jangan lupa, hendaklah tujuan Anda itu selalu yang tinggi dan sulit dicapai. Jangan pernah putus asa selama masih dapat mengayunkan kaki untuk menempuh langkah baru setiap harinya. Sebab, rasa putus asa, patah semangat, selalu berpandangan negatif terhadap segala sesuatu, suka mencari-cari aib dan kesalahan orang lain, dan besar mulut hanya akan menghambat langkah, menciptakan kemuraman; dan menempatkan jiwa di dalam sebuah penjara yang pengap.

Setiap kali melihat kesulitan, jiwa seseorang yang murah senyum justru akan menikmati kesulitan itu dengan memacu diri untuk mengalahkannya. Begitu ia memperlakukan suatu kesulitan; melihatnya lalu tersenyum, menyiasatinya lalu tersenyum, dan berusaha mengalahkannya lalu tersenyum.

"Tersenyumlah, selama antara kau dan kematian ada jarak sejengkal, setelah itu engkau tidak akan pernah tersenyum."

Sumber : La Tahzan  Penulis: DR. 'Aidh al-Qarni

HAKIKAT PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK


Hakikat Pendidik dan Peserta didik

A.    Pengertian Pendidik dan Syarat-Syarat Pendidik
1.      Pengertian Pendidik
Guru merupakan salah satu komponen dalam proses belajar mengajar yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial dalam bidang pembangunan. oleh karena itu guru harus berperan aktif dalam menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional sesuai dengan tuntunan masyarakat. Guru termasuk pekerjaan professional, karena tidak semua orang mampu untuk menjadi guru. guru bukanlah pekerjaan yang terbentuk secara alami saja, tetapi ini dipersiapkan melalui proses, yaitu proses pendidikan.
Untuk mengetahui siapa guru itu sebenarnya, terlebih dahulu penulis akan mengemukakan pengertian guru secara umum, yaitu: orang yang pekerjaannya mengajar.[1]  Guru adalah seorang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan ilmu pengetahuan.[2] Sementara Syaiful Bahri Djamarah mengemukakan bahwa guru adalah seorang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak didik, baik secara individual maupun secara klasikal di sekolah maupun di luar sekolah.[3]
Guru merupakan jabatan profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Dalam undang-undang RI No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan BAB XI pasal 39 ayat 2 disebutkan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat, terutama bagi pendidik perguruan tinggi.[4]

Ahmad Tafsir mengemukakan, guru adalah orang yang bertanggung jawab terhadap kepentingan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi kognitif, afektif maupun psikomotor dengan nilai-nilai ajaran Islam.[5]

Menurut Hadari Nawawi seperti yang dikutip oleh Ramayulis “guru adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau di kelas. Lebih khususnya diartikan orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membentuk anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing.[6]

Dalam konteks pendidikan Islam pendidik disebut dengan Murabbi, mu’allim dan muaddib, baik yang bersifat jasmani maupun rohani, sedangkan kata mu’allim pada umumnya dipakai dalam membicarakan aktivitas yang lebih terfokus pada pemberian ilmu dari seseorang yang tahu kepada seorang yang tidak tahu. istilah Muaddib lebih luas dari Muallim dan lebih releven dengan konsep pendidikan Islam.[7]
Hakekat pendidik menurut para pakar pendidikan Islam, seperti yang dikutip oleh Ramayulis sebagai berikut:
a.       Moh Fadhil al-Djamil menyebutkan, bahwa pendidik adalah orang yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik sehingga terangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar yang dimiliki oleh manusia.
b.      Marimba mengartikan pendidik sebagai orang yang memikul pertanggung jawaban sebagai pendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajiban bertanggung jawab tentang pendidikan peserta didik.
c.       Sutari Imam Barnadib mengemukakan, bahwa pendidik adalah setiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk pencapai kedewasaan peserta didik.
d.      Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa pendidik dalam Islam adalah individu yang akan memenuhi pengetahuan, sikap dan tingkah laku peserta didik.[8]

Berdasarkan pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa guru atau pendidik adalah orang yang bertanggung jawab untuk pembimbing, membina dan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki peserta didik baik di sekolah maupun di luar sekolah.
2.      Syarat-Syarat Pendidik
Syarat adalah suatu yang harus dipahami dengan sempurna sebelum mengerjakan suatu pekerjaan, kalau syarat itu tidak terpenuhi sesuai dengan tuntunan, maka hasilnya tidak sesuai pula dengan yang diharapkan termasuk pekerjaan guru. Untuk melaksanakan tugas seorang pendidik atau guru harus memenuhi syarat sebagaimana mesti seorang guru yang professional dan berkualitas. Syarat inilah yang membedakan antara seorang guru dengan profesi lainnya, adapun Syarat yang harus dipenuhi seorang guru adalah sebagaimana yang dikemukakan beberapa ahli berikut ini:
Zakiah Daradjat mengemukakan syarat-syarat seorang guru adalah:
a.       Takwa kepada Allah SWT
b.      Berilmu
c.       Sehat jasmani
d.      Berkelakuan yang baik.[9]
Ngalim Purwanto juga mengemukakan syarat-syarat untuk menjadi seorang guru adalah:
a.       Berijazah
b.      Sehat jasmani dan rohani
c.       Takwa kepada Tuhan yang maha Esa
d.      Bertanggung jawab
e.       Berjiwa nasional
f.       Berkelakuan baik.[10]

animasi















Monday, April 1, 2013

logo STAI-PIQ, PTIQ


Buat yang butuh logo PTIQ & STAI-PIQ berikut saya share logo dengan resolusi tinggi.

STAI-PIQ





PTIQ